25/07/10



Sekkab Nunukan Cabut Patok KTT
Nunukan Tantang KTT Gelar Dokumen, Minta Provinsi Lebih Bijaksana


NUNUKAN – Penyelesaian batas wilayah antara Kabupaten Nunukan dan kabupaten termuda Tana Tidung (KTT) sepertinya bakal memanas.
Siang kemarin (21/7), giliran Wakil Bupati Nunukan Drs Kasmir Foret MM, Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Nunukan Drs Zainuddin HZ MSi beserta unsur Muspida menyambangi kawasan Linuang Kayam, tepatnya di Desa Lubakan Kecamatan Sembakung.
“Atas nama pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Nunukan, patok “ilegal” yang dipasang ini harus dicabut. Selain statusnya tidak jelas atau ilegal, juga menjadi pertanyaan, kenapa pasang patok sementara KTT sendiri mengakui adanya status quo itupun hanya dalam pengakuan tidak ada dasar,” tegas Sekkab diamini dinas instansi terkait saat meninjau beberapa lokasi yang dipasangi patok bertuliskan: wilayah Kabupaten Tana Tidung. Patok itupun langsung dicabut dan diganti dengan patok bertuliskan: wilayah Kabupaten Nunukan.
Dalam sengketa tapal batas ini, lanjut Sekkab, Nunukan tentu saja berpegang teguh pada UU No 47/1999 tentang Kabupaten Nunukan. Sedangkan pemerintah KTT berpegang pada UU No 34/2007.
“Jika Pemkab KTT tetap ngotot mari kita gelar dokumen, sebagai pembuktian batas wilayah yang dipermasalahkan. Bahkan, jika harus diteruskan ke ranah hukum, Nunukan siap menempuh jalurnya hingga ke MK sekalipun. Kita siap,” tegas Sekkab yang diamini pula Asisten I Setkab Nunukan Djemmy SH.
Ditambahkan Sekkab, dalam UU No 47/1999, sudah jelas disebutkan bahwa, Kecamatan Sembakung merupakan wilayah Kabupaten Nunukan. Sembakung sendiri memiliki 5 desa yakni Desa Pelaju, Tagul, Lubakan dan Atap. Diakui memang, dalam UU 47/1999 disebutkan mengenai cakupan wilayah termasuk Kecamatan Sembakung, hanya saja lampiran titik koordinat memang tidak terlampir. Sementara disayangkan, dalam proses pembuatan UU 34/2007 tentang KTT untuk penentuan titik koordinat, Kabupaten Nunukan tidak dilibatkan.
“Itu juga yang disayangkan, penentuan titik koordinat dalam UU 34 2007 tentang KTT, Kabupaten Nunukan tidak dilibatkan,” ungkap Sekkab.
Untuk menyelesaikan persoalan tapal batas ini, Sekkab berharap, Pemerintah Provinsi lebih bijaksana menyikapinya, misalnya mengenai penentuan titik batas, garis koordinat dan sebagainya dilakukan secara optimal, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
Sementara itu, Kecamatan Sembakung yang melakukan investigasi permasalahan kawasan Linuang Kayam Kecamatan Sembakung dalam laporannya membeberkan:
1. Sebelum adanya pemekaran Kabupaten di Bulungan, Linuang Kayam sudah termasuk wilayah Administrasi Kecamatan Sembakung yang dikuatkan dengan UU No 47/1999 tentang Kabupaten Nunukan.
2. Berdasarkan sejarah, Linuang Kayam adalah cikal bakal masyarakat Kecamatan Sembakung yang dibuktikan dengan adanya sisa-sisa tanam tumbuh keras di kawasan tersebut.
3. Sebelum adanya pemekaran di Kabupaten Bulungan, masyarakat Desa Lubakan sudah berdomisili di Sie Kelasi Linuang Kayam sejak tahun 1986 sampai sekarnag dan hidup dalam keadaan aman dan tentram, namun kondisi itu berubah setelah terbentuknya KTT.
4. acara administrasi warga di Sie Kelasi terdaftar sebagai penduduk desa Lubakan Kecamatan Sembakung.
5. Terbentuknya KTT sesuai UU No 34/2007 tapal batas wilayah Kecamatan Sesayap Ilir Kabupaten Bulungan dan Kecamatan Sembakung tidak mengacu pada peta administrasi tahun 1976 dan UU No 47 1999, yang mana penetapan patok batas tidak ada pemberitahuan kepada pemerintah Kecamatan Sembakung, serta dilaksanakan secara sepihak oleh Kabupaten Bulungan.
6. Adanya komplain masyarakat adat Kecamatan Sembakung atas perlakuan Pemkab KTT terhadap penduduk Desa Lubakan yang berdomisili di Sie Kelasi. Komplain yakni: menuntut dan keberatan kepada Pemkab KTT yang melakukan penjemputan penduduk atas nama Badrun untuk dihadapkan kepada bupati KTT sekaligus mematok kawasan tersebut sebagai wilayah Kabupaten KTT. Menuntut serta keberatan kepada masyarakat Menjerutung Kecamatan Sesayap Ilir yang telah memasuki dan menghentikan aktivitas perusahaan PT Intibuana Indah Selasa (ISS() di Sei Kelasi dengan dalih kawasan tersebut adalah wilayah KTT. Menolak secara tegas kawasan Sei Kelasi (Linuang Kayam) sebagai wilayah Administrasi KTT dan tetap mengakui Linuang Kayam sebagai wilayah Administrasi Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan. Dan terakhir, secara tertulis, kepala adapt besar, kepala desa serta BPK se-Kecamatan Sembakung menyatakan, siap menghadapi dan mempertahankan kawasan Linuang Kayam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Kecamatan Sembakung.
7. Masyarakat adat Kecamatan Sembakung mengharapkan Pemkab Nunukan segera menuntaskan permasalahan di kawasan Linuang Kayam agar kehidupan masyarakat di Kecamatan Sembakung dan sekitarnya dapat pulih seperti biasanya.
Untuk diketahui, laporan yang sudah ditandatangani Camat Sembakung Winarlan SE, juga telah ditandatangani oleh Ketua Adat Tidung Sembakung H Ajiw Umar, Ketua Adat Suku Bulungan Sembakung Andin Junaidi, Ketua Adat Agabag Sembakung, Pangasilan. Serta membenarkan, Kepala Desa Tepian Umar W, Ketua BPD Tepian Abdurahman, Kades Pelaju suharman, BPD Pelaju Misbak, Kades Tagul Latif, Ketua BPD Tagul Udin, Kades Lubakan M Yunus dan Ketua BPD Lubakan Hasim.
Camat Sembakung Winarlan SE pun mengaku siap untuk membeberkan bukti-bukti faktual maupun yuridis untuk mempertegas bahwa Linuang Kayam merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Sembakung. Dalam pertemuan yang lalu diputuskan untuk gelar dokumen.
Untuk diketahui, memanasnya masalah sengketa tapal batas bermula ketika Pemkab KTT menghentikan operasional tiga perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Linuang Kayam. Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Mandiri Inti Perkasa (MIP), PT Madani dan PT Intibuana Indah Selaras.
Penghentian tersebut dengan alasan, wilayah operasional perusahaan masuk dalam kawasan berstatus quo. Statusnya belum jelas karena dalam proses penyelesaian antara Kabupaten Nunukan dan Pemkab KTT. (ica)

Tidak ada komentar: